Banda Aceh | Sebanyak 33 mahasiswa program S-1 dari berbagai negara yang tergabung dalam ASEAN-Youth Japan Forum mengunjungi Baitul Mal Aceh, Rabu (4/12).
Mareka tersebut berasal dari negara Jepang, Kamboja, Brunai Darussalam, Vietnam dan Singapura. Selanjutnya dari Filipina, Myanmar, Malaysia, Laos dan Indonesia.
Kehadiran mahasiswa binaan Japan Foundation yang mengangkat tema “Take Actions for Social Change 2024” tersebut bertujuan untuk mempelajari pengelolaan zakat yang selama ini dilakukan oleh Baitul Mal Aceh.
Baitul Mal Aceh merupakan lembaga keistimewaan dan kekhususan yang dalam melaksanakan tugasnya bersifat independen berwenang untuk menjaga, memelihara, mengelola dan mengembangkan Zakat, Infak, Harta Wakaf dan Harta Keagamaan Lainnya (ZIWaH), serta Pengawasan Perwalian berdasarkan syariat Islam pada tingkat provinsi di Aceh.
Kehadiran rombongan tersebut disambut langsung oleh Ketua Badan BMA, Mohammad Haikal bersama Anggota Badan, Mukhlis Sya’ya dan Khairina, Kabag Umum Didi setiadi, para Kasubbag dan Tenaga Profesional terkait.
Pertemuan tersebut dimulai dengan kuliah umum yang disampaikan oleh Ketua Badan BMA, Mohammad Haikal yang mengurai dan menjelaskan mengenai kelembagaan, peran, dan fungsi lembaga amil zakat tersebut.
Menurut Mohammad Haikal dengan kunjungan itu dapat menjadi langkah awal kolaborasi lebih lanjut antara BMA dan berbagai pihak untuk menciptakan perubahan sosial yang berkelanjutan di tingkat regional maupun internasional.
“Kami berharap melalui forum ini, akan lahir langkah nyata dalam menyelesaikan permasalahan sosial yang relevan dengan kondisi masyarakat kita. Selain itu kami juga mengapresiasi inisiatif dari Japan Foundation dalam membina generasi muda ASEAN dan menyambut baik berbagai ide serta gagasan inovatif dari peserta yang hadir,” ujar Haikal.
Anggota Badan BMA, Mukhlis Sya’ya menambahkan usai kuliah umum, kegiatan dilanjutkan dengan diskusi kelompok yang dibagi menjadi empat isu utama, yaitu sanitasi dan stunting, pendidikan, bantuan lansia dan pemberdayaan ekonomi.
Adapun diskusi kelompok tersebut dipandu langsung oleh Muhammad Iqbal, Rizky Aulia, Mahfud dan Fathul Khaira dari Tenaga Profesional BMA.
Mukhlis Sya’ya menjelaskan diskusi itu dirancang untuk mendorong partisipasi aktif peserta dalam mengeksplorasi solusi kreatif dan implementatif terkait isu-isu sosial tersebut.
“Semua prosesi yang berlangsung tersebut mencerminkan semangat kolaborasi lintas budaya dan dedikasi terhadap pembangunan berkelanjutan. Dan hal tersebut sangatlah selaras dengan visi global menuju masyarakat yang lebih baik,” pungkas Mukhlis Sya’ya.